Tumbuhan Endemik Andaliman, Bumbu Khas Toba yang Memiliki Potensi Besar
Andaliman, tumbuhan endemik dari daerah Toba, memiliki peran penting dalam kehidupuan masyarakat setempat. Tidak hanya sebagai bumbu masakan, tanaman ini juga digunakan sebagai bahan obat-obatan. Rasanya yang khas dan aromanya yang harum membuatnya menjadi bahan utama dalam beberapa masakan tradisional seperti arsik, naniura, saksang, dan berbagai jenis sambal.
Andaliman memiliki nama ilmiah Zanthocylum acanthopodim DC dan biasanya tumbuh di dataran tinggi sekitar 1.200 hingga 1.500 meter di atas permukaan laut. Di Toba, tumbuhan ini dapat ditemukan di tiga kecamatan yaitu Habinsaran, Borbor, dan Nassau. Namun, karena permintaan pasar yang meningkat, kadang ketersediaannya terbatas.
Berdasarkan pengalaman petani, musim panen raya andaliman terjadi antara bulan Maret hingga Agustus dengan harga berkisar antara Rp 30 ribu hingga 60 ribu per kilogram. Namun, pada bulan September hingga Januari, produksi andaliman menurun drastis sehingga harga bisa mencapai Rp 250 ribu hingga 500 ribu per kilogram. Hal ini menyebabkan harga melonjak naik.
Untuk mengantisipasi kebutuhan pasar yang besar, beberapa kecamatan di Toba mulai membudidayakan andaliman. Contohnya adalah Kecamatan Lumbanjulu dan Silaen. Hingga saat ini, dua kecamatan masih setia membudidayakan bumbu khas tersebut, yaitu Silaen dan Lumbanjulu.
Petani di Parsoburan, Kecamatan Habinsaran, Alfred Pardosi (64) menjelaskan bahwa tumbuhan ini umumnya tumbuh secara alami di kaki gunung. Masyarakat membiarkan tumbuhan ini berkembang di semak belukar tanpa perlu melakukan peremajaan. Bijinya jatuh dan tumbuh kembali tanpa perlakukan khusus. Namun, para petani harus membersihkan areal tanaman agar tetap subur dan berbuah lebat.
Di Desa Sionggang Utara, Kecamatan Lumbanjulu, Marandus Sirait mengakui bahwa budidaya andaliman memerlukan perawatan intensif agar dapat tumbuh maksimal. Ia mengatakan bahwa hasil andaliman di Lumbanjulu tidak akan mampu menyamai di daerah Habornas. Pembibitan dan perawatan harus dilakukan dengan baik, karena biji yang jatuh tanpa dirawat tidak akan tumbuh dengan baik.
Selain itu, usia andaliman yang ditanam di Lumbanjulu umumnya tidak lebih dari dua tahun, bahkan ada yang mati dalam waktu kurang dari setahun. Jika buah tidak dipetik secara rutin, pohon akan mati lebih cepat. Marandus berharap peneliti dapat menemukan bibit andaliman yang dapat tumbuh subur meskipun ditanam di daerah lain, sehingga andaliman tidak lagi bergantung pada tiga kecamatan saja.
Bukan Sekadar Bumbu, Jadi Campuran Makanan Ringan
Sejak Danau Toba ditetapkan sebagai Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP) pada tahun 2016, pelaku UMKM mulai memperkenalkan andaliman ke pasar nasional dan internasional. Marandus Sirait, seorang pecinta kuliner Batak, telah memperkenalkan keripik, bandrek, sambal, dan camilan lainnya menggunakan andaliman.
Ia juga mencoba membudidayakan andaliman di Lumbanjulu. Menurutnya, cita rasa andaliman unik dan berbeda dengan bumbu lainnya, seperti lada. Bumbu ini membuat lidah bergetar. Ia yakin, tanaman endemik di Tanah Batak mampu menembus pasar internasional.
Pengusaha dari Jepang pernah membeli andaliman dari Marandus selama dua tahun (2022-2023), sekali sebulan hampir seratus kilo. Namun, kendala utamanya adalah mereka ingin andaliman segar, sementara stok terbatas dan gudang penyimpanan tidak tersedia. Akhirnya, pesanan tersebut berhenti.
Kini, ia sedang menjalin kerjasama dengan pengusaha asal Bangka Belitung yang ingin membeli buah andaliman kering tanpa ranting. Bumbu ini akan dijual di supermarket Jakarta. Andaliman kering akan dikemas dalam tabung yang jika tutupnya diputar akan menjadi serbuk untuk ditaburkan ke makanan, dan telah disuplai ke Rans Market di Senayan dan Parnes Market di Jakarta oleh pengusaha Bangka Belitung.
Lahan Tanaman Endemik Andaliman Capai Luas 200 Hektar di Toba
Menurut data Dinas Pertanian Kabupaten Toba, luas lahan tanaman endemik ini mencapai 200 hektar. Kabid Perkebunan Dinas Pertanian Toba, Frisda Napitupulu, mengatakan bahwa mayoritas lahan ini berada di tiga kecamatan, yaitu Habinsaran, Borbor, dan Nassau.
Tanaman andaliman yang dibudidayakan oleh petani di tiga kecamatan tersebut masih secara alami, dengan buah yang jatuh kemudian menjadi tumbuhan baru yang nantinya ditanam untuk mengganti tanaman yang tidak subur lagi.
Dinas Pertanian Toba memberikan dukungan dengan memunculkan bibit varian baru untuk memudahkan masyarakat petani andaliman. Namun, pembibitan andaliman sangat sulit karena masa dormansi (pertumbuhan dari biji hingga bertunas) bisa mencapai bertahun-tahun dan tingkat keberhasilan sangat rendah.
Lamanya masa dormansi biji andaliman hingga pohon tua yang menjatuhkan buah andaliman mati barulah biji pecah menjadi tunas, sehingga dibutuhkan teknologi canggih untuk mempercepat masa dormansi. Namun, tenaga peneliti dan teknologi Dinas Pertanian Toba tidak ada, selain anggaran Kabupaten Toba terbatas.
[Bersambung]


Leave a Reply
You must be logged in to post a comment.